PROGRAM PENDIDIKAN NON-FORMAL UNTUK MEMBANTERAS MASALAH ILITERASI DI THAILAND

 

1.    Program Pendidikan Nonformal Untuk  Memberantas Buta Aksara

Buta aksara merupakan salah satu masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah Thailand. Hal ini tidak dapat diatasi dengan pendidikan formal di desa, karena sekolah dasar yang di desa ternyata hanya mengajarkan pengetahuan dan alat-alat pelajaran yang kurang fungsional bagi keperluan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemerintah menyusun strategi pendidikan yang baru serta melaksanakan program pendidikan non formal untuk melengkapi pendidikan formal.

2.    Tahapan Kegiatan Program Pendidikan Nonformal

Tahap I - Dilaksanakan program pemberantasan buta aksara sebagai program dasar yang menggunakan sistem pendidikan formal sebagai dasarnya. Jadi, warga belajar juga memeroleh apa saja yang dipelajari murid-murid sekolah dasar tanpa memerhitungkan warga belajar.dalam program ini, pelajaran diberikan selama 2 semester. Akhir semester pertama dihargai sama dengan kelas II sekolah dasar dan akhir semester kedua dihargai sama dengan kelas IV sekolah dasar. Pada setiap akhir semester diadakan ujiandan bagi yang lulus diberikan ijazah persamaan, namun ijazah tesebut tidak dapat digunakan seperti ijazah sekolah formal.sehingga, program ini kurang menarik bagi warga belajar. Menurut catatan setelah program ini berjalan selama 3 tahun, jumlah orang yang dapat dibebaskan dari buta aksara adalah 1.409.686 orang.

Tahap II – Diadakan program buta aksara yang kedua. Dasarnya masih sama dengan program yang pertama, namun dilakukan beberapa perbaikan baik pada strategi pendidikannya, kurikulumnya, bobot pengetahuannya maupun pada pengakuan ijazahnya, sehingga membuat warga belajar semakin bersemangat.

Tahap III – Pada tahun 1965 UNESCO menyelenggarakan percobaan pendidikan luar sekolah untuk memberantas buta aksara di Thailand. Disamping memberikan pelajaran membaca dan menulis, juga memberikan pendidikan keterampilan yang langsung dapat digunakan oleh warga belajar untuk memperbaiki taraf kehidupannya.

Tahap IV – Strategi pengajaran program ini dititik beratkan pada kemampuan untuk membaca bahan-bahan pelajaran yang sudah ditentukan. UNESCO mencetak buku-buku paket sebagai buku bacaan berseri yang di dalamnya diajarkan bagaimana cara memelihara kesehatan, mengatur nutrisi, bercocok tanam dan sebagainya. Setiap kali warga belajar menunjukkan kemampuan membaca 1 buku seri, mereka diberi surat keterangan tentang kemajuan belajar yang telah diperolehnya. Namun karena pelaksanaannya pada malam hari dan sulitnya transportasi, maka program ini menghadapi banyak kesulitan. Selain itu, para guru yang mengajar juga kurang mendapatkan latihan khusus, sehingga mereka kurang menyadari tugasnya dan mengabaikanaspek-aspek fungsional yang diperlukan warga belajar.

Tahap V – Pada tahun 1970, program pendidikan luar sekolah diperbaiki dan digabung secara integral dengan pendidikan keluarga. Banyak guru di Thailand yang dikirim ke India oleh World Education (semacam lembaga pendidikan internasional yang berkedudukan di Amerika) bersama dengan USOM (United Stated Operations Missions to Thailand) untuk mempelajari program-program penanganan masalah buta aksara yang sudah berhasil di sana. Program ini bertujuan untuk bagaimana menolong orang yang tidak berpendidikan agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi, bagaimana mengutarakan pendapat, membuat konsep pemecahan rasional, mempunyai keberanian dan mampu melaksanakan tindakan yang kosepsional tersebut. Untuk itu, digunakan teknik diskusi. Warga belajar dihimpun dalam kelompok kecil, kemudian mereka dihadapkan pada fakta kehidupan nyata serta diberi penjelasan. Mereka diberikan waktu untuk membicarakan persoalan keluarga dan lingkungannya secara bebas dalam kelompok masing-masing. Dalam kelompok, warga belajar diberi kebebasan untuk saling mengemukakan pengalaman, membandingkan dengan pengalaman warga belajar lain, mendengarkan pembicaraan serta membuat pertimbangan sebelum mengambil sesuatu keputusan yang rasional.

Disamping melalui metode diskusi, warga belajar juga diajarkan mengenali dan membuat simbol dan arti simbol itu serta suara dari tiap-tiap simbol, mengenali dan membuat huruf serta bunyi dari huruf, sampai pada latihan membaca dan menulis kalimat lengkap tentang materi yang telah dibicarakan dalam diskusi kelompok.

Program pendidikan luar sekolah ini kemudian dikembangkan dalam bentuk penyusunan silabi dan kurikulum yang didasarkan pada kemampuan mengenal masalah kehidupan sehari-hari. Materi silabi dan kurikulum tersebut dalam garis besarnya memuat 4 aspek tentang :

a.             Aspek kebutuhan hidup

b.             Aspek ekonomi dan konsumsi

c.             Aspek kesehatan dan kesejahteraan keluarga

d.            Aspek kewarganegaraan

Materi tersebut diwujudkan dalam bentuk gambar berurutan yang mudah dikenal dan dipahami, kemudian dicetak dalam kartu tugas. Di bawah setiap gambar diberikan kata-kata kunci. Kartu ini dipakai sebagai bahan pokok untuk motivasi proses belajar mengajar dalam kelompok kecil. Setiap warga belajar diberikan map untuk tempat penyimpanan kartu-kartu tugas yang telah selesai dikerjakan. Kemajuan warga belajar dapat diukur dari banyaknya simpanan kartu tugas yang ada di mapnya masing-masing.

 

Diperolehi dari sumber :

http://husna2016.blogspot.com/2017/03/pendidikan-kurikulum-dinegeri-thailand.html 

Noor Asshikin Binti Abdul Zaid merupakan sukarelawan yang akan melaksanakan    Misi Jelajah Patani pada 6-21 Ogos 2019 sebagai AJK Aktiviti.

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post